TEORI TEORI BELAJAR BAHASA dan ASAL
USUL BAHASA
Disusun
oleh :
Nurita
Fatimah Az-Zahro (P 2722 9011 066)
Presilia
Metti Handiri (P 2722 9011 077)
Ridwan Sanjaya (P 2722 9011 074)
Ridwan Sanjaya (P 2722 9011 074)
Sinta
Dewi Estantri (P 2722 9011
079)
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik
Kesehatan Surakarta
Jurusan
Terapi Wicara
2011/2012
Kata Pengantar
Puji syukur atas segala berkat serta karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang telah dilimpahkan-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini mengulas
tentang mata kuliah Linguistik II yang di dalamnya terdapat hasil diskusi dari seluruh anggota dari kelompok
kami.
Tugas ini disusun untuk tugas dari mata kuliah Linguistik
II. Kami menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, tugas ini tidak
dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
- Bapak Triyatno, S.Pd selaku dosen mata kuliah Linguistik II.
- Teman-teman satu jurusan khususnya tingkat satu dalam membantu pengumpulan bahan dan materi yang dibutuhkan dalam penyelesaian tugas.
- Teman sejawat dan seperjuangan di kontrakan yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
- Kedua orangtua kami atas dukungan yang telah diberikan dan semangat dan motivasi dari mereka sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
- Kepada semua pihak yang telah membantu kami yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan tugas ini terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak yang berhubungan dengan penulisan tugas ini. Sehingga dengan
adanya saran dan kritik tersebut dapat dijadikan bahan perbaikan lebih lanjut.
Akhir
kata, kami berharap semoga tugas ini
dapat berguna bagi para pembaca, khususnya kami dan Politeknik Kesehatan
Surakarta.
Surakarta, Pebruari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 2
C. Tujuan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah Bahasa
1.
Pengertian bahasa………………………………..3
2.
Asal usul bahasa…………………………………4
3.
Asal usul bahasa didunia………………………...5
4.
Asal usul bahasa Indonesia……………………...6
B.
Teori Belajar Bahasa
1.
Teori Behaviorisme…………………………….10
2.
Teori Nativisme……………………………….12
3.
Teori
Kognitivisme……………………………14
4.
Teori Fungsional………………………………15
5.
Teori
Konstruktivisme………………………...15
6.
Teori Humanistik………………………………17
BAB III PENUTUP
Kesimpulan........................................................................... 19
Saran..................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Masyarakat cenderung tidak peduli dan bersikap acuh terhadap pemerolehan
bahasa pada anak mereka, dan banyak sekali adanya jenis-jenis penyimpangan yang
terjadi sehingga menimbulkan dampak yang cukup berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa anak.
Orang tua banyak yang kurang peduli bagaimana anak memperoleh asal dari
bahasa yang telah ia dapatkan sebelumnya. Serta banyak sekali masyarakat dunia
yang belum mengetahui atau bahkan belum tahu darimana sebenarnya manusia
memperoleh bahasa yang selama ini membantunya dalam memberitahukan
kebutuhannya, mengekspresikan apa yang dirasakannya, dan mengukapkan perasaannya kepada orang lain.
Dapat
berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Karena memiliki keduanya, maka sering disebut manusia sebagai
makhluk yang mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya manusia menjelajah ke
setiap fenomena yang nampak bahkan yang tidak nampak. Dengan bahasanya, manusia
berkomunikasi untuk bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya.
Salah satu objek pemikiran manusia adalah bagaimana manusia dapat berbahasa. Pendapat para ahli tentang belajar bahasa tersebut bermacam-macam. Di antara pendapat mereka ada yang bertentangan namun ada juga yang saling mendukung dan melengkapi. Pemikiran para ahli tentang teori belajar bahasa ini begitu variatif dan menarik. Oleh karena itu, kami jadikan salah satu alasan pembahasan dalam makalah ini.
Salah satu objek pemikiran manusia adalah bagaimana manusia dapat berbahasa. Pendapat para ahli tentang belajar bahasa tersebut bermacam-macam. Di antara pendapat mereka ada yang bertentangan namun ada juga yang saling mendukung dan melengkapi. Pemikiran para ahli tentang teori belajar bahasa ini begitu variatif dan menarik. Oleh karena itu, kami jadikan salah satu alasan pembahasan dalam makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
bahasa itu ?
2. Bagaimanakah
asal mula bahasa ada di dunia ?
3. Bagaimanakan
asal muasal bahasa Indonesia ?
4. Bagaimanakah
proses perolehan Bahasa pada anak ?
5. Apa saja
jenis jenis Teori Belajar Bahasa ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain:
1. Di harapkan penulis dapat mengetahui berbagai
macam pengertian tentang bahasa.
2. Di harapkan
penulis dapat mengetahui asal usul bahasa yang pertama kali tercipta oleh
manusia
3. Di harapkan
penulis dapat mengetahui sejarah mengenai bahasa Indonesia.
4. Penulis dapat mengetahui proses dari
pemerolehan bahasa pada anak hingga dewasa.
5. Penulis
dapat mengetahui berbagai macam teori-teori belajar bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal Usul
Bahasa
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak terlepas
dari komunikasi. Alat komunikasi adalah bahasa. Ada beberapa bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi diantaranya yaitu bahasa tulis, bahasa lisan dan
bahasa isyarat. Namun banyak yang belum mengetahui asal usul bahasa itu.
Sebelum membahas itu alangkah baiknya kita mengetahui definisi dari bahasa.
1.
Pengertian Bahasa
Menurut
Owen dalam Stiawan (2006:1), definisi bahasa yaitu bahasa dapat didefenisikan
sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk
menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan
kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan.
Definisi lain, Bahasa adalah suatu
bentuk dan bukan suatu keadaan atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer,
atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari
suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan
oleh Mackey (1986:12).
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa
adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh
alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat
berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Jadi, dapat
disumpulkan bahwa bahasa merupakan susunan ekspresi yang arbiter guna
mengungkapkan sesuatu yang bersifat manasuka sehingga tgimbul banyak sekali
kemajemukan bahasa disetiap tempat.
2.
Asal Usul
Bahasa
Ada banyak sekali peneliti yang mengungkapkan asal mula
terciptanya bahasa di dunia ada peneliti yang mengungkapkan bahwa bahasa yang
pertama kali didapat oleh manusia berasal dari teori Ardi dan Samawi.
Teori Samawi
menjelaskan bahwa terciptanya bahasa manusia merupkan anugerah yang di berikan
Allah SWT kepada Nabi Adam AS. dalam teori tersebut di perkuat oleh banyaknya
dalil naqli yang menjelaskan tentang Nabi Adam yang telah memperoleh bahasa
ketika di dalam surga.
Sedangkan
teori Ardi merupakan teori yang sangat bertolak belakang dengan teori
sebelumnya, teori ini menjelaskan bahwa bahasa
bukan diperoleh dari tuhan, melainkan bahasa manusia diperoleh karena
terjadinya proses belajar dari manusia.
Oleh karena
itu, kami mengupas tuntas berbagai teori dan berbagai hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh para peneliti untuk dilakukan pembelajaran terhadap
belajar tentang asal usul bahasa manusia di dunia dan asal mula bahasa
Indonesia yang sedang mereka amati sampai saat ini.
1.
Asal Usul
Bahasa di Dunia
Sebuah studi yang baru-baru ini
dirilis menguak misteri asal muasal bahasa yang digunakan manusia. Science
Magazine edisi 15 April 2011 mengungkapkan, bahasa yang digunakan oleh manusia
pertama kali muncul di selatan Afrika. Dari sanalah kemudian bahasa ini
menyebar ke seluruh dunia.
Peneliti dari Universitas Auckland, Selandia Baru, Quentin Atkinson, melakukan studi dengan menelusuri rekam jejak bahasa dengan cara memecah 504 bahasa ke dalam komponen terkecilnya yang disebut sebagai fonem. Fonem berasal dari bahasa Latin, phonema, yang berarti suara yang diucapkan. Penelitian menunjukkan, semakin beragamnya fonem yang dimiliki oleh suatu bahasa menunjukan bahasa itu menjadi sumber dari bahasa-bahasa lain yang lebih sedikit memiliki fonem.
Peneliti dari Universitas Auckland, Selandia Baru, Quentin Atkinson, melakukan studi dengan menelusuri rekam jejak bahasa dengan cara memecah 504 bahasa ke dalam komponen terkecilnya yang disebut sebagai fonem. Fonem berasal dari bahasa Latin, phonema, yang berarti suara yang diucapkan. Penelitian menunjukkan, semakin beragamnya fonem yang dimiliki oleh suatu bahasa menunjukan bahasa itu menjadi sumber dari bahasa-bahasa lain yang lebih sedikit memiliki fonem.
Penelitiannya sampai pada
kesimpulan bahwa semakin jauh sekelompok manusia berkelana dari Afrika dalam
rekam jejak sejarahnya, semakin sedikit fonem yang digunakan dalam bahasa
mereka. Ini mengartikan bahwa sebagaimana diprediksikan dalam studi tersebut,
bahasa-bahasa di Amerika Selatan dan Kepulauan Pasifik memiliki fonem paling
sedikit, sedangkan bahasa-bahasa di Afrika memiliki fonem terbanyak.
Ternyata, pola ini juga memiliki
kesamaan dengan studi terhadap genetik manusia. Sebagaimana dipaparkan sebagai
peraturan umum, semakin jauh seseorang keluar dari Afrika, yang dianggap secara
luas sebagai asal muasal nenek moyang manusia, semakin kecil perbedaan antara
individu dalam populasi kelompok individu tersebut bila dibandingkan dengan
keragaman di daerah asalnya, Afrika.
Studi Atkinson ini menggunakan
metode statistik mutakhir yang sama untuk mengonstruksikan pohon genetik
berdasarkan urutan DNA. Mengenai penggunaan metode statistik ini dalam mencari
sumber bahasa manusia, seorang ahli bahasa, Brian D Joseph dari Universitas
Ohio, mengatakan, sebagai sumber wawasan baru dalam studi di bidangnya. “Saya
rasa kita sudah seharusnya memerhatikan hal ini dengan serius meskipun masih
ada orang yang akan menolaknya,” ujar Joseph.
Sebagai informasi tambahan,
studi yang dilakukan Atkinson ini unik karena berusaha menemukan akar bahasa
dari waktu yang sangat lampau. Tentang umur bahasa pun masih menjadi soal
perdebatan karena di lain sisi ditemukan fakta sementara bahwa umur bahasa
telah mencapai 50.000 tahun.Namun, di lain sisi beberapa ahli bahasa lain juga
masih skeptis dengan fakta sementara itu. Mereka menemukan faktor lain yaitu
“perkembangan dari kata-kata yang sangat cepat” sehingga kemungkinan umur
bahasa sendiri tidak lebih dari 10.000 tahun lamanya.
2.
Asal Usul
Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai sejarah jauh
lebih panjang daripada Republik ini sendiri. Bahasa Indonesia telah dinyatakan
sebagai bahasa nasional sejak tahun 1928, jauh sebelum Indonesia merdeka. Saat
itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan dan menggunakan bahasa
Indonesia sebagai perekat bangsa. Saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa
pergaulan antaretnis (lingua franca) yang mampu merekatkan suku-suku di
Indonesia. Dalam perdagangan dan penyebaran agama pun bahasa Indonesia
mempunyai posisi yang penting.
Deklarasi Sumpah Pemuda membuat
semangat menggunakan bahasa Indonesia semakin menggelora. Bahasa Indonesia
dianjurkan untuk dipakai sebagai bahasa dalam pergaulan, juga bahasa sastra dan
media cetak. Semangat nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa
Indonesia sangat pesat karena semua orang ingin menunjukkan jati dirinya
sebagai bangsa.
Pada tahun 1930-an muncul
polemik apakah bisa bahasa Indonesia yang hanya dipakai sebagai bahasa
pergaulan dapat menjadi bahasa di berbagai bidang ilmu. Akhirnya pada tahun
1938 berlangsung Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo. Dalam pertemuan
tersebut, semangat anti Belanda sangat kental sehingga melahirkan berbagai
istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia. Istilah belah ketupat, jajaran
genjang, merupakan istilah dalam bidang geometri yang lahir dari pertemuan
tersebut.
Bahasa Indonesia diresmikan pada
kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamis
yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia
adalah dialek baku dari bahasa Melayu. Fonologi dan tata bahasa dari bahasa
Indonesia cukuplah mudah, dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat
dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang digunakan sebagai pengantar pendidikan di sekolah di Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu,
sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di
Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak
dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan
istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan
ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap
istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih formal,
disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di
sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa Melayu
Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda yang
menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya.
Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, di
antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu Tinggi oleh Balai
Pustaka. Tetapi bahasa Melayu Pasar sudah terlanjur diadopsi oleh banyak
pedagang yang melewati Indonesia.
Penyebutan pertama istilah
“Bahasa Melayu” sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun
yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuna dari Palembang dan
Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja
Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa
Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuna di Jawa Tengah.
Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan
keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Karena terputusnya bukti-bukti
tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan
apakah bahasa Melayu Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuna. Catatan
berbahasa Melayu Klasik pertama berasal dari Prasasti Terengganu berangka tahun
1303. Seiring dengan berkembangnya agama Islam dimulai dari Aceh pada abad
ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap
di mana ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk agama Islam.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian
digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum
banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa
daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia
sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah
penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia
pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang
sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa
Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Dengan memilih Bahasa Melayu
Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang
di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa
Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi
dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah
dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Mulanya Bahasa Indonesia ditulis
dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda, hingga tahun 1972 ketika
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicanangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa
serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
B. Jenis-jenis Teori Belajar Bahasa
Sehubungan dengan begitu banyaknya
teori tentang belajar bahasa, maka yang akan kami kemukakan dalam makalah ini,
kami batasi pada teori Behaviorisme, Nativisme, Kognitivisme, Fungsional,
Konstruktivisme, Humanistik, dan Sibernetik. Hal ini dimaksudkan agar
pembahasan kami menjadi lebih terfokus.Teori- teori ini ternyata berpengaruh
sangat kuat dalam dunia ilmu bahasa.
Sebelum kita berbicara lebih jauh
tentang teori belajar bahasa, kita pahami dulu pengertian teori. Menurut Mc
lauglin dalam (Hadley: 43, 1993) Fungsi teori adalah untuk membantu kita
mengerti dan mengorganisasi data tentang pengalaman dan memberikan makna yang
merujuk dan sesuai.
Ellis menyatakan bahwa setiap guru
pasti sudah memiliki teori tentang pembelajaran bahasa, tetapi sebagian besar
guru tersebut tidak pernah mengungkapkan seperti apa teori itu. Teori mempunyai
fungsi yaitu:
1. Mendeskripsikan,
menerangkan, menjelaskan tentang fakta. Contohnya fakta bahwa mengapa air laut
itu asin.
2. Meramalkan
kejadian-kejadian yang akan terjadi berdasarkan teori yang sudah ada.
3.Mengendalikan
yaitu mencegah sesuatu supaya tidak terjadi dan mengusahakan supaya terjadi
Dengan kata lain teori belajar bahasa adalah gagasan-gagasan tentang pemerolehan bahasa. Pada kesempatan kali ini kita akan menyinggung tentang berbagai macam teori mengenai belajar bahasa. Ada banyak sekali teori mengenai belajar bahasa, diantaranya adalah teori belajar Behaviorisme, Nativisme, Kognitisme, Fungsional (Interaksionis), Konstruktivisme, Humanisme dan Sibernetik.
Dengan kata lain teori belajar bahasa adalah gagasan-gagasan tentang pemerolehan bahasa. Pada kesempatan kali ini kita akan menyinggung tentang berbagai macam teori mengenai belajar bahasa. Ada banyak sekali teori mengenai belajar bahasa, diantaranya adalah teori belajar Behaviorisme, Nativisme, Kognitisme, Fungsional (Interaksionis), Konstruktivisme, Humanisme dan Sibernetik.
1. Teori Behaviorisme
John B. Watson mengemukakan sebuah teori konspirasi
mengenai sebuah teori belajar manusia. Di dalam teorinya, ia mengungkapkan
bahwa teori belajar Behavorisme memusatkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara
langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons
pada dunia sekelilingnya. Dalam teori ini, tanpa kita sadari bahwa teori ini
mengungkapkan bahwa tindak balas atau respons diakibatkan oleh adanya
rangsangan atau stimulus. Atau dalam kata lain, aksi berawal oleh adanya
reaksi. Sehingga tanpa kita sadari sebab menghasilkan akibat.
Untuk membuktikan kebenaran
teorinya, Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert, seorang bayi berumur
sebelas bulan. Pada mulanya Albert adalah bayi yang gembira dan tidak takut
bahkan senang bermain-main dengan tikus putih berbulu halus. Dalam eksperimennya,
Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan
sebuah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu.
Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih juga
kelinci putih. Bahkan terhadap semua benda berbulu putih, termasuk jaket dan
topeng Sinterklas yang berjanggut putih. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.
Pada teori yang lainnya, ilmuan kaum behavioristik Skinner,
berhasil mengungkapkan pada sebuah teori
yang bernama Behavior Skinner. Dalam teori tersebut mengungkapkan bahwa Kemampuan
berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Teori
skinner tentang perilaku verbal merupakan perluasan teorinya tentang belajar
yang disebutnya operant conditioning.
Menurut Skinner, perilaku verbal
adalah perilaku yang dikendalikan oleh akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah,
perilaku itu akan terus dipertahankan. Kekuatan serta frekuensinya akan terus dikembangkan.
Bila akibatnya hukuman, atau bila kurang adanya penguatan, perilaku itu akan
diperlemah atau pelan-pelan akan disingkirkan.
Jadi, pada
teori ini kita mengetahui tentang akibat dan sebab perilaku yang dikendalikan
oleh akibatnya. Seandainya hal itu baik menurut individu itu maka akan terus
dipertahankan atau akan ditingkatkan terus. Begitu juga sebaliknya, apabila
individu tersebut merasakan hal yang dilakukannya itu buruk, maka hal yang
dilakukannya itu pun akan segera dikuranginya atau bahkan ditinggalkanya.
Sebagai
contoh dapat kita saksikan perilaku anak-anak di sekeliling kita. Ada anak
kecil menangis meminta es pada ibunya. Tetapi, karena ibunya yakin dan percaya
bahwa es itu menggunakan pemanis buatan maka sang ibu tidak meluluskan permintaan
anaknya. Sang anak terus menangis. Tetapi sang ibu bersikukuh tidak menuruti
permintaannya. Lama kelamaan tangis anak tersebut akan reda dan lain kali lain
tidak akan minta es semacam itu lagi kepada ibunya, apalagi dengan menangis.
Seandainya anak itu kemudian dituruti keinginannya oleh ibunya, apa yang
terjadi? Pada kesempatan yang lain sang anak akan minta es lagi. Apabila ibunya
tidak meluluskannya maka ia akan menangis dan terus menangis sebab dengan
menangis ia akan mendapatkan es. Kalau ibunya memberi es lagi maka perbuatan
menangis itu dikuatkan. Pada kesempatan lain dia akan menangis manakala ia
meminta sesuatu pada ibunya.
2.
Teori
Nativisme atau Mentalistik
Berbeda
dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat bahwa pemerolehan
bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi
pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar.
Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka
kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan
lain, mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Menurut
mereka bahasa terlalu kompleks dan mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam
waktu yang relatif singkat lewat proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum
behavioristik. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa
menurut keyakinan mereka pasti sudah ada dalam diri setiap manusia secara
alamiah.
Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan. Seorang anak lahir dengan
piranti bawaan dan segudang potensi bawaan untuk memperoleh bahasa. Pemerolehan bahasa pada manusia
tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka
tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa
pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang
secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap
bahwa bahasa merupakan pemberian biologis sejak lahir.
Chomsky (Ellis, 1986:
4-9) yang merupakan kumpulan komunitas yang mengemukakan tokoh Teori Nativisme mengatakan bahwasannya hanya manusialah
satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal.
Selain itu bahasa juga sangat kompleks oleh sebab itu tidak mungkin manusia
belajar bahasa dari makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga menyatakan bahwa
setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya
“alat penguasaan bahasa” atau LAD (language
Acquisition Device). Pada teori ini lebih menekankan pada cara manusia
memperoleh bahasa yang telah ia miliki, dan cenderung pada bahasa yang telah
dimiliki seseorang merupakan sebuah anugrah yang sedikit demi sedikit akan
mengalami perkembangan hingga ia mampu membuka kemampuan berkomunikasi yang
akan dimilikinya.
3.
Teori
Kognitivisme
Jika pendekatan kaum behavioristik
bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih
bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan
berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan
kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau
dikendalikan oleh nalar manusia. Konsep
sentral teori kognitif adalah kemampuan berbahasa anak berasal dari kematangan
kognitifnya.
Jadi, konsep kognitifistik
bersumber pada hasil dari belajar anak dan tidak berasal dari luar kognitif
anak , seperti afektif dan lain-lain. Konsep ini pula menjelaskan tentang dalam
belajar bahasa, bagaimana kita berpikir, belajar
terjadi dari kegiatan mental internal dalam diri kita, belajar bahasa merupakan proses berpikir yang kompleks. Menurut
Piaget, Struktur tersebut lahir dan berkembang sebagai
akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dan
lingkungan lingualnya.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu sesuai umur. Tahapan tersebut meliputi:
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu sesuai umur. Tahapan tersebut meliputi:
a.
Asimilasi: proses penyesuaian pengetahuan baru
dengan struktur kognitif
b.
Akomodasi: proses
penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru
c.
Disquilibrasi: proses
penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama dengan yang telah diketahuinya.
d.
Equilibrasi: proses
penyeimbang mental setelah terjadi proses asimilasi.
4. Teori Fungsional (Interaksionis)
Bahasa
merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia,
untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri sendiri sebagai manusia. Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa
bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah
dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri
sendirisebagai manusia.
Menurut
Slobin. Teori Fungsional (Interaksionis) Pada asas fungsional, perkembangan diikuti oleh perkembangan kapasitas
komunikatif dan konseptual yang beroperasi dalam konjungsi dengan skema batin
konjungsi. Pada asas formal, perkembangan diikuti oleh kapasitas perseptual dan
pemerosesan informasi yang bekerja dalam konjungsi dan skema batin tata bahasa.
5. Teori Konstruktivisme
Beberapa tokoh ahli kontruktivisme
Jean
Piaget dan Leu Vygotski menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap
kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan
sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
Pembelajaran
harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu sendiri dari pada dijelaskan
secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh
didapatkan dari pengalaman. Namun demikian, dalam membangun pengalaman siswa
harus memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pikirannya, menguji ide-ide
tersebut melalui eksperimen dan percakapan atau tanya jawab, serta untuk
mengamati dan membandingkan fenomena yang sedang diujikan dengan aspek lain
dalam kehidupan mereka. Selain itu juga guru memainkan peranan penting dalam
mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses pembelajaran serta
menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
Siswa dapat benar-benar memahami konsep ilmiah dan sains karena telah
mengalaminya. Dalam kerjanya, ahli konstruktif menciptakan
lingkungan belajar yang
inovatif dengan melibatkan guru dan pelajar untuk memikirkan dan mengoreksi
pembelajaran. Untuk itu ada dua hal yang harus dipenuhi, yaitu:
Pembelajar harus berperan aktif dalam menyeleksi dan menetapkan kegiatan belajar yang menarik dan memotivasi
pelajar, Harus ada guru yang tepat untuk membantu pelajar-pelajar membuat
konsep-konsep, nilai-nilai, skema, dan kemampuan memecahkan masalah. Sehingga
muncul hubungan yang dapat menambah komunikasi antara pembelajar dan pelajar
dan menambah terjadinya proses belajar bahasa yang benar-benar diharapkan
terjadi.
6. Teori Humanisme
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa
agar bisa berkembang di tengah masyarakat. Seorang tokoh
ahli pada teori humanisme Coombs (1981)
menyatakan bahwa:
Pengajaran
disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.
- Pengajaran disusun untuk memperoleh keterampilan dasar (akademik, pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi).
- Memilih dan memutuskan aktivitas pengajaran secara individual dan mampu.
- Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi. suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti.
Mengembangkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap tulus, respek,
dan menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik. Dalam
proses belajar-mengajar bahasa ada sejumlah variabel, baik bersifat linguistik
maupun yang bersifat nonlinguistik, yang dapat menentukan keberhasilan proses
belajar mengajar itu.
Variabel-variabel
itu bukan merupakan hal yang terlepas dan berdiri sendiri-sendiri, melainkan
merupakan hal yang saling berhubungan, berkaitan, sehingga merupakan satu
jaringan sistem. Keberhasilan belajar
bahasa dapat dikelompokkan menjadi asas-asas yang bersifat
psikologis anak didik, dan yang bersifat materi linguistik. Asas-asas yang yang
bersifat psikologis itu, antara lain adalah motivasi, pengalaman sendiri,
keingintahuan, analisis sintesis dan pembedaan individual.
Motivasi
lazim diartikan sebagai hal yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu.
Maka untuk berhasilnya pengajaran bahasa, murid-murid sudah harus dibimbing
agar memiliki dorongan untuk belajar. Jika mereka mempunyai dorongan untuk
belajar. Tanpa adanya kemauan, tak mungkin tujuan belajar dapat dicapai. Jadi,
sebelum proses belajar mengajar dimulai, atau sebelum berlanjut terlalu jauh,
sudah seharusnya murid-murid diarahkan.
Pengalaman
sendiri atau apa yang dialami sendiri akan lebih menarik dan berkesan daripada
mengetahui dari orang, karena pengetahuan atau keterangan yang didapat dan
dialami sendiri akan lebih baik daripada hanya mendengar keterangan guru.
Keingintahuan
merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan manusia itu menjadi maju. Pada
anak-anak usia sekolah rasa keingintahuan itu sangat besar. Rasa keingintahuan
ini dapat dikembangkan dengan memberi kesempatan bertanya dengan meneliti apa
saja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa
merupakan sebuah susunan yang bersifat arbiter dan manasuka karena terdapat
banyak kemajemukan dari bahasa tersebut. Hal tersebut dikarenakan banyaknya
multikulturalisme pada setiap daerahnya. Sehingga penyebaran bahasa lebih
majemuk dan bersifat heterogen karena terjadinya pemecahan dari setip
variable-variabel yang ada dan membentuk variable yang baru dan memiliki
kelainan yang cukup mencolok di setiap daerah. Kemajemukan tersebut sering
sekali disebut dengan dialeg.
Banyak sekali
teori-teori yang menjelaskan mengenai belajar bahasa yang telah di ungkapkan
oleh berbagai tokoh dan para ahli. Teori tersebut di antaranya adalah Teori
Behavioristik, Nativisme, Kognitivisme, Sibernetik, Fungsional, konstruktisme,
dan Humanisme. Dari semua teori yang di sampaikan, semua teori telah memberikan
penjelasan dan memberikan bukti yang mempengaruhi perolehan belajar bahasa pada
manusia.
B. Saran
Seharusnya
pemerintah lebih menekankan pada perkembangan yang telah banyak merubah dari struktur
bahasa yang ada. Pemerintah seharusnya lebih mempertahankan bahasa-bahasa yang
telah menjadi dialeg yang telah lama ada di bumi Indonesia. Pemerintah
seharusnya memasukan kurikulum-kurikulum mengenai bahasa daerah pada setiap
jenjang pendidikan yang ada di Indonesia. Sehingga, bahasa tersebut tidak
tergerus oleh zaman.
Pada
peneliti, ilmuan dan pelajar seharusnya lebih memperkuat dari bahasa yang telah
ada selama ini yang telah menjadi warisan budaya setempat. Lebih-lebih lagi
melakukan berbagai penelitian untuk membantu memecahkan misteri bagaimana cara
membuat proses belajar bahasa lebih menarik dari cara-cara yang telah ada
sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2009. ”Teori Belajar Bahasa”. Dalam
Anonim.”Asal Usul Bahasa”. Dalam file:///I:/tugas%20LINGUISTIK/Asal
usul%20Bahasa%20Indonesia.htm
. 20 Februari 2012
isi blog ini sangat bagus sehingga patut untuk di baca dari semua kalangan. deainnya juga penuh imajinasi keilmuan. thanks ya..
BalasHapus